Golput Tidak Haram

golputDari Forum Ijtima’ Ulama yang diselenggarakan pada tanggal 24–26 Januari 2009 yang lalu di Padang Panjang Sumatera Barat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya mengeluarkan fatwa haram bagi golput. Fatwa ini langsung mendapat reaksi dari berbagai kalangan, baik yang pro maupun (terutama) yang kontra. Ironisnya, selama ini kita hanya banyak mendengar dan membaca dari pemberitaan di berbagai media tentang fatwa ini tanpa mencoba mendalami isinya. Diantara beberapa komentar yang menolak fatwa ini mengatakan bahwa masyarakat tidak bisa dipaksa dengan fatwa, jika mereka percaya dengan sistem demokrasi dan puas dengan parpol, maka tanpa ada fatwa apapun masyarakat tetap akan mencoblos. Ada juga yang mengatakan bahwa kalau kondisi politik tidak kondusif, parpol tidak amanah lalu tiba-tiba ada fatwa wajib memilih dalam pemilu maka fatwa itu merupakan fatwa yang sesat. Ketua Lembaga Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bahtiar Effendi mengatakan bahwa memilih dan tidak memilih itu hak setiap warga negara, jadi tidak bisa diwajibkan terlebih jika kewajiban itu mengandung konsekuensi hukum. Ketua DPR Agung Leksono pun turut bersuara bahwa memilih bukan masalah agama tapi masalah politik.

Untuk itu saya mencoba menelusuri ke sumbernya langsung tentang isi fatwa tersebut. Dari naskah fatwa golput yang dikeluarkan oleh Komisi A Asasiyah Wathaniyah yang dipimpin oleh KH. Ma’ruf Amin (Ketua), DR. HM. Masyhuri Na’im (Wakil Ketua) dan Sholahudin Al Aiyub Msi (Sekretaris) serta beberapa anggota (DR. Fuad Amsyari, Drs. Slamet Effendi Yusuf MSi, KH Abdusshomad Bukhori, HM Jarir, Dani Hamdani serta M. Abdurrahman) disebutkan sebagai berikut:

  1. Pemilihan Umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
  2. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan immamah (kepemimpinan) dan imarah (pengaturan) dalam kehidupan bersama.
  3. Immamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujudnya kemaslahatan dalam masyarakat.
  4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam “hukumnya adalah wajib”.
  5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 1 (satu) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram.

Selanjutnya MUI merekomendasikan :

  1. Umat Islam “dianjurkan” untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mengemban tugas amar makruf nahi munkar.
  2. Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu meningkatkan sosialisasi penyelenggaraan pemilu agar partisipasi masyarakat dapat meningkat, sehingga hak masyarakat terpenuhi.

Jika kita baca secara utuh dan cermati isi fatwa diatas, saya jadi tidak mengerti dimana letak kontroversinya. Semua yang difatwakan MUI dari point 1 sampai point 5 sangat logis. Bahkan secara eksplisit dinyatakan bahwa jika calon pemimpin atau calon wakil rakyat yang ada tidak memenuhi salah satu saja dari kelima kriteria tersebut maka jika tetap memilih hukumnya menjadi haram atau dengan kata lain tidak masalah golput (lihat point 5). Jadi dengan keluarnya fatwa MUI ini, kita sebagai umat Islam seharusnya malah berterima kasih karena telah diingatkan agar jangan asal pilih. Kita sebagai umat Islam sudah selayaknya tidak ikut-ikutan menghujat MUI tanpa tahu terlebih dahulu duduk permasalahannya.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita bisa mengetahui bahwa calon pemimpin atau calon wakil rakyat sudah memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan MUI sehingga partisipasi masyarakat meningkat untuk mengikuti pemilu? Untuk hal ini saya kurang sepakat dengan MUI bahwa solusinya adalah sosialisasi pemilu oleh pemerintah atau KPU sebagaimana yang tertuang di dalam rekomendasi MUI diatas. Saya pikir para calonlah yang perlu “mensosialisasikan” dirinya bahwa mereka memang pantas dan layak untuk dipilih. Sosialisasi ini tentu tidak cukup hanya dengan memajang tampang di baliho atau iklan melalui televisi maupun media lainnya apalagi hanya beberapa bulan menjelang pemilu. Kiprah dan kondite si calon selama inilah yang akan menentukan masyarakat berkeinginan datang atau tidak ke bilik suara.


7 thoughts on “Golput Tidak Haram

  1. Malah ada yg minta agar MUI dibubarkan aja krn fatwa golput ini. Terima kasih atas pencerahannya. Jadi jelas sekarang bagaimana harus bersikap.

  2. Assalamu’alaikum Wr Wb

    Ulama adalah pewaris nabi. Mereka tentu tdk asal mengeluarkan fatwa tanpa mendalami permasalahan yg muncul. Melihat kiprah capres dan calon legislatif, tentu ada pihak yg dirugikan dgn fatwa golput tsb. MUI perlu secepatnya mensosialisasikan fatwa tsb agar umat Islam tdk salah pilih.

  3. pemilu adalah demokrasi yang haram. buat repot rakyat dan negara, buang harta, hasilnya buruk. harusnya cukuplah syariat islam dijadikan tuntunan. hanya yang terbaik dalam memimpin yang boleh memimpin. tak perlu pusing dicari, tak perlu libatkan semua rakyat, kriteria pemimpin islam adalah mesin pencarinya. kebodohan senantiasa melekat pada penganut demokrasi.

    ulama bisa saja salah. mereka bukan nabi yang kesalahannya langsung ditegur Alloh. tapi ingat juga ya, ulama adalah yang senantiasa berusaha mencari kebenaran dalam berkata dan beramal. bukanlah ulama seorang yang hanya mengikuti hawa nafsu dan kemauan banyak orang.

    semoga ulama kita ditunjuki Alloh. semoga negri ini kembali kepada kebenaran, dengan belajar islam yang benar dan mengajarkannya. amin.

    visit: muslim.or.id :: adasemuanya.wordpress.id

  4. pemilu haram? … kalo giu hasilnya juga haram ya .. kayak presidennya .. tapi anehnya orang yang mengharamkan pemilu sangat membela hasilnya tuh .. dengan sebutan waliyul amri … salafi .. salafi …

    Ulama bisa salah .. apalagi ente ..!

  5. Kalo menurut saya sih MUI asal mengeluarkan fatwa..saya melihat asal atau nggaknya..ya saya liat komentarnya gak ada dalil yang menjelaskan…

    misalkan pendapat “Pemilihan Umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa” pendapat MUI ini nggak dijelaskan dalilnya…

    Mosok sih Islam memandang pemilihan umum/suara terbanyak merupakan upaya untuk memilih pemimpin ideal…ngaco ah….malah nggak ada sejarahnya

    Kalo melihat pendapat jangan lihat orang atau label atau jabatannya…tapi lihat dalilnya….kalaupun ada dalilnya….nyambung apa nggak…..

Leave a comment